Pemateri: Ustadz Dr. Erwandi Tarmidzi, MA
Materi: Pengamalan Ilmu Waris bagi Kaum Muslimin
Lokasi: Masjid Sabilul Muttaqin, Kompleks Pertamina Bumi Patra, Indramayu
Ditranskrip oleh Abu Ammar. Materi transkrip ini sudah diserahkan kepada Ustadz Dr. Erwandi Tarmidzi, dan sudah diizinkan beliau untuk disebarluaskan.
Berikut adalah ayat-ayat yang menjadi dalil hukum waris bagi kaum Muslimin.
QS. An-Nisa Ayat 11
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (١١)
“Allah mensyari’atkan kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa [4]: 11) 1
Penjelasan Ayat
Dari ayat diatas, dapat diketahui pembagian waris bagi ahli waris sebagai berikut:
1. Bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan.
Misal, seseorang memiliki dua (2) orang anak laki-laki dan satu (1) orang anak perempuan. Maka cara perhitungannya adalah:
- Anak laki-laki ke-1: dua (2) bagian.
- Anak laki-laki ke-2: dua (2) bagian.
- Anak perempuan: satu (1) bagian.
Total: lima (5) bagian.
Artinya, bagian waris yang menjadi hak anak laki-laki dan perempuan ini dibagi lima (5) terlebih dahulu, kemudian barulah masing-masing diberikan sesuai ketentuannya.
2. Jika semua anaknya perempuan dan jumlahnya lebih dari dua (2), maka warisnya adalah dua pertiga (2/3) dari harta waris.
Misal, seseorang yang wafat memiliki empat (4) orang anak perempuan. Maka dari total harta yang diwariskan, dua pertiganya dibagi rata untuk keempat anaknya. Maka masing-masing anak mendapat 2/12 atau 1/6 bagian.
3. Jika anaknya perempuan dan hanya satu (1), maka warisnya adalah setengah (1/2) dari harta yang ditinggalkan.
4. Jika yang meninggal memiliki anak, maka kedua orang tuanya si mayit masing-masing mendapat seperenam (1/6).
5. Jika yang meninggal tidak memiliki anak, dan yang mewarisi hanyalah Ibu dan Bapaknya, maka Ibu si mayit mendapat bagian sepertiga (1/3).
Adapun bagian Bapak si mayit adalah dua (2) kali bagian Ibu, yaitu dua pertiga (2/3).
6. Jika yang meninggal memiliki saudara, maka Ibu si mayit mendapat bagian seperenam (1/6).
Syarat Pembagian Harta Waris
Masih melanjutkan pembahasan ayat QS. An-Nisa ayat 11, terdapat syarat-syarat yang harus dilakukan sebelum pembagian waris kepada ahlinya. Syarat tersebut adalah:
1. Terpenuhinya Wasiat
Wasiat adalah ketika seseorang berkata, “Kelak ketika saya meninggal, tanah ini untuk fulan yang banyak mengajarkan tahsin dan tahfizh Al-Qur’an.”
Q: Kapan wasiat ini boleh diberikan kepada orang yang diwasiatkan?
A: Setelah pemberi wasiat ini meninggal. Kalau belum meninggal, maka tidak boleh diserahterimakan.
Q: Apa saja syarat-syarat wasiat?
A: Wasiat memiliki beberapa syarat yaitu:
1. Tidak boleh untuk ahli waris. Karena ahli waris sudah mendapat bagian dari yang ditetapkan Allah. Sehingga kalau masih mendapat bagian dari wasiat, maka jumlah akhirnya nanti akan tidak sesuai dengan ketetapan Allah.
2. Tidak boleh lebih dari sepertiga (1/3) dari harta yang dimiliki.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi kepada Sa’ad bin Abi Waqash yang melarangnya untuk berwasiat dengan dua pertiga atau setengah dari total kekayaannya. Ketika Sa’ad bertanya kepada Nabi, bagaimana kalau sepertiga maka jawaban Nabi, “Sepertiga, namun sepertiga itu sudah terhitung banyak. Jika kau tinggalkan ahli warismu dalam kondisi berkecukupan itu lebih baik dari pada kau tinggalkan mereka dalam kondisi miskin lantas mereka mengemis ngemis kepada banyak orang.” (HR. Bukhari dan Muslim) 2
Q: Bagaimana jika setelah dihitung ternyata harta yang diwasiatkan jumlahnya lebih dari sepertiga (1/3)?
A: Maka wasiat tersebut batal. Namun batal disini bukan berarti batal seluruhnya. Namun harta yang diwasiatkan tersebut dikurangi hingga mencapai sepertiga (1/3), barulah kemudian dikeluarkan wasiatnya.
2. Setelah Dibayarkan Hutangnya
Syarat kedua harta waris dapat dibagi kepada ahlinya adalah setelah dibayarkan hutang-hutang si mayit. Baik hutang kepada manusia atau kepada Allah.
Q: Apa saja contoh hutang kepada Allah?
A: Contohnya adalah nadzar yang berkaitan dengan harta. Jika nadzar tidak berkaitan dengan harta, misal nadzar untuk shaum 3 hari, maka ini tidak mengurangi harta waris.
Contoh nadzar yang mengurangi harta, misalnya seseorang bernadzar akan menyedekahkan 50% dari gajinya untuk kaum fakir miskin jika dia diangkat menjadi Dirut di sebuah perusahaan. Qadarullah dia benar-benar diangkat menjadi Dirut, namun seminggu kemudian meninggal.
Maka gajinya sebagai Dirut, 50%-nya harus dikeluarkan bagi fakir miskin sebelum harta waris dibagikan.
Catatan:
a. Nadzar bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Hal ini karena akan menganggap Allah lemah, bahwa Allah tidak mampu mewujudkan keinginan seorang hamba kecuali setelah hamba itu bernadzar. Karena bagi Allah semua mudah, tidak ada yang sulit walau secara logika manusia hal itu mustahil. Karena umumnya, seseorang yang bernadzar adalah karena menginginkan sesuatu yang mustahil dalam pandangannya.
b. Nadzar jika telah diucapkan, maka wajib dilaksanakan.
Q: Apa lagi yang termasuk hutang kepada Allah selain nadzar?
A: Contoh hutang kepada Allah yang lain adalah Zakat. Sebelum pembagian waris dilakukan, zakat harus dikeluarkan terlebih dahulu.
Q: Adakah yang lain selain nadzar dan zakat?
A: Selain nadzar dan zakat, Haji juga termasuk di dalamnya. Misalnya, ketika seseorang sudah dianggap mampu berhaji namun belum berhaji, maka dia harus dihajikan terlebih dahulu. Sebagian hartanya dikurangi untuk biaya haji.
Siapa yang menghajikannya? Yaitu orang yang sudah pernah berhaji.
Pemilihan badal haji ini harus kepada orang yang amanah. Misalnya para ustadz yang sedang kuliah di Madinah, dimintai tolong untuk menghajikan atas nama si mayit. Karena jika tidak amanah, maka bisa terjadi penyelewengan.
Contoh, badal haji ini menerima pesanan badal dari 15 orang dan semuanya diterima. Alasannya karena upah yang diterimanya cukup besar. Anggaplah sekitar 3000 riyal untuk satu orang. Kalau 15 orang maka dia akan menerima 45.000 riyal.
Konsekuensinya apa? Ketika dia menyebutkan bahwa dia niat untuk menghajikan fulan bin fulan, fulan bin fulan, dst dalam daftar ke-15 orang tadi, maka yang diterima hajinya hanyalah orang pertama yang dia sebut. Sedangkan 14 orang sisanya tidak sah hajinya. Oleh karena itu, sangat penting memilih orang yang amanah dalam badal haji.
Q: Apakah ukuran sehingga seseorang dianggap mampu untuk berhaji?
A: Yaitu ketika seseorang memiliki kelebihan harta yang dia bisa hidup dengan tidak bergantung pada harta tersebut. Artinya dia sudah memiliki harta pokok yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Dan juga memiliki harta lain yang tanpa harta itupun, hidupnya masih mencukupi. Maka dia dianggap mampu untuk berhaji.
Contoh, seseorang sudah memiliki satu rumah tempat bernaung dia dan keluarganya. Kemudian ia punya rumah kedua yang disewakan. Hasil uang sewa ini berlebih dan bisa ditabung, karena gaji pokoknya masih mencukupi untuk hidup keluarganya. Maka dari kelebihan ini dia dianggap mampu.
Q: Bagaimana jika hutang si mayit lebih besar daripada aset yang dimiliki. Apakah ahli waris wajib membayarkan hutangnya?
A: Tidak ada kewajiban bagi ahli waris untuk membayarkan hutang si mayit. Oleh karena itu dinamakan Ahli Waris, bukan Ahli Hutang. Dalilnya adalah hadits Abu Qotadah yang membayarkan hutang seseorang sebanyak 2 dinar.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ تُوُفِّـيَ رَجُلٌ ، فَغَسَّلْنَاهُ وَحَنَّطْنَاهُ وَكَفَّنَّاهُ ، ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُوْلَ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَيْهِ ، فَقُلْنَا : تُصَلِّي عَلَيْهِ ؟ فَخَطَا خُطًى ، ثُمَّ قَالَ : أَعَلَيْهِ دَيْنٌ ؟ قُلْنَا : دِينَارَانِ ، فَانْصَرَفَ فَتَحَمَّلَهُمَـا أَبُوْ قَتَادَةَ ، فَأَتَيْنَاهُ ، فَقَالَ أَبُوْ قَتَادَةَ : الدِّيْنَارَانِ عَلَيَّ ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( أُحِقَّ الْغَرِيْمُ وَبَرِئَ مِنْهُمَـا الْـمَيِّتُ ؟ )) قَالَ : نَعَمْ ، فَصَلَّى عَلَيْهِ. ثُمَّ قَالَ بَعْدَ ذٰلِكَ بِيَوْمٍ : (( مَا فَعَلَ الدِّينَارَانِ ؟ )) فَقَالَ : إِنَّمَـا مَاتَ أَمْسِ ، قَالَ : فَعَادَ إِلَيْهِ مِنَ الْغَدِ ، فَقَالَ : لَقَدْ قَضَيْتُهُمَـا ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( الْآنَ بَرَدَتْ عَلَيْهِ جِلْدُهُ )).
Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Seorang laki-laki meninggal dunia dan kami pun memandikan jenazahnya, lalu kami mengkafaninya dan memberinya wangi-wangian. Kemudian kami datang membawa mayit itu kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kami berkata, ‘Shalatkanlah jenazah ini.’ Beliau melangkahkan kakinya, lalu bertanya, ‘Apakah dia mempunyai tanggungan utang?’ Kami menjawab, ‘Dua dinar.’ Lalu beliau pergi.
Abu Qatadah kemudian menanggung utangnya, kemudian kami datang kepada beliau lagi, kemudian Abu Qatadah berkata, ‘Dua dinarnya saya tanggung.”
Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kamu betul akan menanggungnya sehingga mayit itu terlepas darinya?” Dia menjawab, ‘Ya.’ Maka Rasûlullâh pun menshalatinya.
Kemudian setelah hari itu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah yang telah dilakukan oleh dua dinar tersebut?’ Maka Abu Qatadah berkata, “Sesungguhnya ia baru meninggal kemarin.’”
Jabir berkata, ‘Maka Rasûlullâh mengulangi pertanyaan itu keesokan harinya. Maka Abu Qatadah berkata, ‘Aku telah melunasinya wahai Rasûlullâh!’ maka Rasûlullâh bersabda, ‘Sekarang barulah dingin kulitnya!’” 3
Penjelasan Hadits:
Dari hadits diatas, ketika Rasulullah mengetahui bahwa Sahabat yang wafat ini memiliki hutang, beliau tidak menanyakan, “Mana ahli warisnya? Bayarkan hutangnya!”
Namun, jika ahli waris mau untuk membayarkan hutang-hutang si mayit sebagaimana kebiasaan di masyarakat pada umumnya (yaitu jika ada kerabatnya yang meninggal maka diumumkan: “siapa yang dihutangi silakan hubungi kami pihak keluarga”), maka itu adalah suatu kebaikan.
Kisah Tentang Negara yang Membayarkan Hutang Rakyatnya
Ustadz menceritakan sebuah kisah dimasa Rasulullah, yaitu ketika Islam dalam masa jaya, memiliki simpanan baitul maal yang banyak. Maka Rasulullah bersabda:
“Kalau mayit meninggalkan harta, maka harta tersebut untuk ahli warisnya. Namun jika meninggalkan hutang, maka hutang tersebut saya (yaitu Rasulullah melalui Baitul Maal) yang bayar.”
Dimanakah negara di dunia ini sekarang atau bahkan di masa lampau yang membayarkan hutang rakyat-rakyatnya? Sungguh Islam adalah agama yang sangat mulia.
Kisah tentang negara yang membayarkan hutang untuk rakyatnya juga pernah terjadi di kerajaan Saudi Arabia. Yaitu pada tahun 1960, raja Saudi saat itu Raja Sa’ud bin Abdul Aziz, membuat peraturan untuk membayarkan hutang rakyatnya. Hal ini beliau lakukan karena penemuan ladang-ladang minyak yang meningkatkan perekonomian negara Saudi secara drastis.
Namun karena hal ini, beliau diturunkan dan digantikan oleh adiknya. Sesuai dengan fatwa Lajnah pada saat itu yang diketuai oleh Syaikh dan diwakili oleh Syaikh bin Baaz. Hal ini karena aturan yang beliau tetapkan akan memberatkan negara. Karena semua orang akan berlomba-lomba untuk berhutang.
Namun, walau demikian, kondisi negara membayarkan hutang rakyatnya pernah dilakukan. Dan ini hanya pernah terjadi dalam lingkungan negara Islam.
Q: Apakah harta waris boleh diperjualbelikan?
A: Boleh, misal ada keluarga mendapat warisan berupa rumah. Ahli waris yang satu ingin berupa uang dari penjualan rumah yang diwariskan. Ahli waris yang lain ingin tetap berupa bangunan rumah. Maka saham atau bagian ahli waris yang ingin uang bisa dibeli oleh ahli waris yang ingin rumah.
Ketetapan Allah dalam Hukum Waris
Yaitu Firman Allah Ázza wa Jalla masih di QS. An-Nisa ayat 11:
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa pemberian sekian sekian bagi masing-masing ahli waris adalah sesuatu yang tidak adil. Misalnya, bagaimana mungkin orang tua yang sudah membesarkan dari kecil hingga besar hanya mendapat seperenam (1/6) bagian. Sedangkan anak yang mungkin masih berumur 2 tahun, yang belum memiliki andil apapun bagi kehidupan si mayit, atau istri yang mungkin belum lama dinikahi, ternyata memiliki bagian yang lebih besar.
Sungguh, ini adalah ketetapan Allah. Dan ketetapan Allah adalah Maha Adil.
Misalnya ketika seorang anak laki-laki mendapat bagian dua kali lebih besar dibanding anak wanita, hikmahnya adalah, karena anak lelaki harus memberi nafkah yang perempuan. Sedangkan harta anak perempuan miliknya sepenuhnya, dan bisa disimpan seterusnya.
QS. An-Nisa Ayat 12
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ (١٢)
“Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) setelah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan setelah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) setelah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (QS. An-Nisa [4]: 12)
Penjelasan Ayat
Dari ayat diatas, dapat diketahui pembagian waris bagi ahli waris sebagai berikut:
1. Bagian suami adalah setengah (1/2) dari harta yang ditinggalkan istri, jika tidak mempunyai anak.
Hal ini menunjukkan bahwa harta istri bukanlah harta suami. Dan harta suami bukanlah harta istri.
2. Jika istri memiliki anak, maka bagian suami adalah seperempat (1/4).
Anak disini adalah anak dari suami yang sekarang maupun anak dari suaminya yang dulu. Dan kedudukan anak dari suami sekarang dan suami yang dulu adalah sama dalam hak waris.
3. Bagian istri adalah seperempat (1/4) dari harta yang ditinggalkan suami, jika suami tidak memiliki anak.
4. Jika suami memiliki anak, maka bagian istri adalah seperdelapan (1/8).
Anak disini adalah anak dari istri yang sekarang maupun anak dari istri yang dulu. Dan kedudukan anak dari istri sekarang dan istri yang dulu adalah sama dalam hak waris.
5. Jika seseorang berstatus kalalah dan memiliki SATU saudara laki-laki atau SATU saudara perempuan yang seibu, maka masing-masing mendapat bagian waris seperenam (1/6).
Kalalah yaitu keadaan ketika seseorang wafat, nasabnya ke atas (orang tua) sudah tidak ada, dan nasabnya ke bawah (anak) juga tidak ada. Khusus untuk kondisi ini, Allah samakan bagian bagi saudara laki-laki dan saudara perempuan. Karena keduanya tidak saling menanggung hidup.
6. Jika yang berstatus kalalah ini memiliki saudara LEBIH dari dua, maka bagian warisnya adalah sepertiga (1/3) untuk bersama-sama.
QS. An-Nisa Ayat 13
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١٣)
“Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan Itulah kemenangan yang besar.” (QS. An-Nisa [4]: 13) 4
Ayat diatas menjelaskan bahwa barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, yakni dalam menjalankan hukum waris ini sesuai ketetapan Allah, maka balasannya adalah Syurga.
QS. An-Nisa Ayat 14
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ (١٤
“Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS. An-Nisa [4]: 14)
Dan kelanjutan ayatnya adalah ancaman bagi siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, melanggar batas-batas hukum-Nya. Maka kelak diancam masuk ke dalam neraka, kekal di dalamnya.
Pembahasan Materi Waris Kompilasi
Selanjutnya adalah penjelasan ustadz dengan menggunakan file ringkasan ilmu waris yang beliau susun. Antum dapat mendownload file tersebut dengan mengklik tombol “Download” di bawah ini.
DownloadPenjelasan di halaman awal lebih kurang sama seperti penjelasan diatas. Namun ada beberapa tambahan komentar dari Ustadz Erwandi Hafizhahullahu Taála:
Kafarat
Q: Di halaman dua, tertulis kafarat. Apa itu kafarat?
A: Kafarat artinya pembebasan. Misalnya seseorang bersumpah atas nama Allah. Kemudian sumpahnya ini dilanggar. Maka dia harus membayar kafarat yang tujuannya untuk mengagungkan Nama Allah. Kafaratnya berupa:
- Membebaskan seorang budak, atau
- Shaum selama 3 hari, atau
- Memberi makan 10 orang miskin.
Walaa’
Q: Masih di halaman dua, pada bagian Asbab warisan tertulis walaa’, apakah itu walaa’?
A: Walaa’ artinya perwalian.
Anak Angkat
Q: Apakah anak angkat mendapat waris?
A: Anak angkat tidak mendapat waris.
Penghalang-penghalang Waris
Penghalang-penghalang waris yaitu:
1. Membunuh yang Mewarisi
Misal seorang anak membunuh orang tuanya dengan niat mendapat warisan. Kemudian diketahui bahwa penyebab kematian orang tuanya adalah akibat dibunuh anaknya, maka anak tersebut tidak mendapat warisan.
Hal ini untuk menghindari orang saling bunuh untuk mendapat waris. Celah ini sudah ditutup oleh Allah. Karena kalau dibiarkan terbuka, akan banyak orang membunuh untuk mendapat warisan karena sifat tamak manusia.
2. Berbeda Agama
Muslim tidak mewarisi kafir dan sebaliknya. (HR. Mutafaqun ‘alaihi)
3. Murtad
Q: Bagaimana hukum orang yang meninggalkan shalat, apakah dia memiliki hak waris?
A: Para ulama berbeda pendapat. Madzhab Syafi’i adalah yang paling keras. Yaitu dia diperintahkan untuk shalat. Kalau tidak mau maka dibunuh. Namun penegakan hukum ini hanya boleh dilakukan oleh negara bukan orang perorang.
Ashal, Furu’ dan Hawasyi
- Ashal adalah asal usul nasab ke atas (Bapak, Kakek).
- Furu’ adalah cabang nasab ke bawah (Anak, Cucu).
- Hawasyi adalah kekerabatan nasab ke samping (Paman, Saudari).
Kaidah Hajb
Setiap ahli waris yang mendapat warisan melalui perantara, maka keberadaan perantara menyebabkan dia tidak mendapat warisan.
Misal: Kakek mendapat warisan dengan perantara Bapak si mayat, maka jika Bapak ada Kakek tidak mendapat warisan.
Pengecualian: kecuali saudara seibu.
- Ashal hanya dihalangi oleh Ashal.
- Furu’ hanya dihalangi oleh Furu’.
- Hawasyi dihalangi oleh Ashal, Furu’ dan Hawasyi.
Contoh: Jika seseorang meninggal dan Bapaknya masih hidup, maka Kakek tidak dapat. Namun jika Bapak sudah tidak ada, Kakek tetap dapat warisan meskipun ketika itu si mayat memiliki Anak. Karena Ashal hanya dihalangi oleh Ashal tidak bisa oleh Furu’.
Demikian juga ketika Anak masih hidup, maka Cucu tidak dapat waris. Namun ketika Anak sudah tidak ada dan Cucu ada, maka Cucu dapat waris meskipun ketika itu Bapak si mayat masih hidup. Karena Furu’ hanya dihalangi oleh Furu’.
Cara Menghitung Waris
Cara menghitung sesuai petunjuk Nabi: “Berikanlah bagian setiap ahli waris sesuai dengan pembagian yang telah ditentukan. Dan jika berlebih untuk laki-laki yang paling dekat.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Untuk memudahkan persepsi, berikut adalah istilah Pembilang dan Penyebut dalam menghitung.

Latihan Menghitung Waris 1
Soal ini ada di halaman 3 ringkasan ilmu waris.
Seorang wanita wafat meninggalkan: 1 Anak Laki, 1 Anak Perempuan, Bapak, Ibu dan Suami. Dan meninggalkan uang 10.000 USD.
Ashabul Fardh | Bagian | Hasil |
---|---|---|
Bapak | 1/6 | 6 bagian dari 36 (kali 10.000 USD) |
Ibu | 1/6 | 6 bagian dari 36 (kali 10.000 USD) |
Suami | 1/4 | 9 bagian dari 36 (kali 10.000 USD) |
1 Anak Laki-laki | 2 bagian dari 5/12 | 10 bagian dari 36 (kali 10.000 USD) |
1 Anak Perempuan | 1 bagian dari 5/12 | 5 bagian dari 36 (kali 10.000 USD) |
Penjelasan
- Bapak mendapat seperenam (1/6) karena yang wafat memiliki anak.
- Ibu mendapat seperenam (1/6) karena yang wafat memiliki anak.
- Suami mendapat seperempat (1/4) karena yang wafat memiliki anak.
- Anak laki-laki dan anak perempuan adalah Ashobah (mendapat harta waris sisa). Anak laki mendapat 2 bagian, perempuan satu bagian.
Perhitungan
- Pertama dijumlahkan dulu bagian Bapak, Ibu dan Suami. 1/6 + 1/6 + 1/4 = 7/12.
- Sisa untuk anak laki dan anak perempuan adalah 12/12 – 7/12 = 5/12.
- Anak laki dan anak perempuan jika dirinci maka akan menjadi 3 bagian (2 bagian anak laki dan 1 bagian anak perempuan).
- Untuk memudahkan perhitungan, maka 5/12 dikalikan 3 (dari bagian anak laki dan perempuan). Didapat hasil 15/36. Maka anak laki-laki mendapat 10/36 dan anak perempuan dapat 5/36.
- Maka perhitungan yang lain juga dikalikan 3, yaitu bagian untuk Bapak, Ibu dan Suami sehingga menjadi 6/36, 6/36 dan 9/36.
Latihan Menghitung Waris 2
Latihan ini adalah simulasi seorang ikhwan yang maju ke depan (Pak Taryono).
Seorang wafat meninggalkan ahli waris: Istri, 2 orang Anak Lelaki dan 1 orang Anak Perempuan.
Ashabul Fardh | Bagian | Hasil |
---|---|---|
Istri | 1/8 | 5/40 |
2 Anak Laki-laki | masing-masing 2 bagian dari 7/8 | 14/40 dan 14/40 |
1 Anak Perempuan | 1 bagian dari 7/8 | 7/40 |
Penjelasan
- Istri mendapat bagian 1/8 karena yang wafat memiliki anak.
- Anak laki-laki masing-masing mendapat 2 bagian.
- Anak perempuan mendapat 1 bagian.
- Jumlah bagian anak laki dan perempuan adalah 5 bagian (2 + 2 + 1).
Perhitungan
- Karena istri mendapat 1/8, berarti bagian anak-anak adalah 7/8 (sisa harta).
- Untuk memudahkan perhitungan, maka bagian Anak yang totalnya 5 (2 + 2 + 1) dikalikan penyebut 8 bagian Istri. Didapat nilai 40.
- Maka istri mendapat 5/40.
- Anak mendapat bagian 35/40, lalu dibagi 5 (2 + 2 + 1) menjadi 7/40.
- Maka anak laki-laki masing-masing 14/40, anak perempuan mendapat 7/40.
Latihan Menghitung Waris 3
Soal selanjutnya ada di ringkasan ilmu waris halaman 9 nomor 1.
Seorang wafat meninggalkan ahli waris: Suami dan 2 orang Saudari Kandung.
Ashabul Fardh | Bagian | Proses | Hasil |
---|---|---|---|
Suami | 1/2 | 3 (dari 3/6 diambil pembilangnya saja) | 3/7 (nilai 7 diambil dari penjumlahan pembilang 3 + 4) |
2 Orang Saudari Kandung | 2/3 | 4 (dari 4/6 diambil pembilangnya saja) | 4/7 (nilai 7 diambil dari penjumlahan pembilang 3 + 4) |
Penjelasan
- Suami mendapat bagian 1/2 karena tidak memiliki anak.
- Saudari kandung berjumlah 2 sehingga mendapat bagian 2/3.
Perhitungan
- Langkah awal penyebut disamakan (dibuat penyebut 6 maka Suami 3/6 dan Saudari kandung 4/6), namun hal ini akan tidak adil bagi salah satu pihak.
- Maka oleh Ibnu Abbas penyebutnya dilebihkan sesuai jumlah pembilang (3 + 4 = 7).
- Maka Suami mendapat 3/7 yang nilai ini lebih kecil daripada 1/2.
- Saudari Kandung mendapat 4/7 yang nilai ini lebih kecil daripada 2/3.
- Kekurangan pada masing-masing keduanya proporsional.
Latihan Menghitung Waris 4
Soal selanjutnya ada di ringkasan ilmu waris halaman 9 nomor 2.
Seorang wafat meninggalkan ahli waris: 1 orang Istri, Ibu, Bapak, dan 2 orang Anak Wanita.
Ashabul Fardh | Bagian | Proses | Hasil |
---|---|---|---|
1 Orang Istri | 1/8 | 3 | 3/27 |
Ibu | 1/6 | 4 | 4/27 |
Bapak | 1/6 | 4 | 4/27 |
2 Orang Anak Wanita | 2/3 | 16 | 16/27 |
Penjelasan
- Istri mendapat bagian 1/8 karena si mayat memiliki anak.
- Ibu mendapat bagian 1/6 karena si mayat memiliki anak.
- Bapak mendapat bagian 1/6 karena si mayat memiliki anak.
- Anak wanita mendapat bagian 2/3 karena berjumlah 2 orang.
Perhitungan
- Pertama, kita tentukan dulu KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari semua penyebut, didapat nilai 24.
- Maka didapat nilai 3/24 (Istri), 4/24 (Ibu), 4/24 (Bapak) dan 16/24 (Anak Wanita).
- Sesuai penjelasan Ibnu Abbas, semua pembilang tadi dijumlah, didapat nilai 27.
- Maka masing-masing bagian waris tadi dibagi dengan penyebut baru, sehingga menjadi 3/27, 4/27, 4/27 dan 16/27.
Latihan Menghitung Waris 5
Soal selanjutnya ada di ringkasan ilmu waris halaman 9 nomor 3.
Seorang wafat meninggalkan ahli waris: 3 orang Istri, Ibu, 4 orang Saudari Seibu dan 8 orang Saudari Kandung.
Ashabul Fardh | Bagian | Proses | Hasil |
---|---|---|---|
3 Orang Istri | 1/4 untuk 3 Orang | 3/12 | 3/17 |
Ibu | 1/6 | 2/12 | 2/17 |
4 Orang Saudari Seibu | 1/3 untuk 4 Orang | 4/12 | 4/17 |
8 Orang Saudari Kandung | 2/3 untuk 8 Orang | 8/12 | 8/17 |
Penjelasan
- Istri mendapat bagian 1/4 karena si mayat tidak memiliki anak.
- Ibu mendapat bagian 1/6 karena si mayat memiliki saudari seibu lebih dari 2.
- Saudari Seibu mendapat bagian 1/3 karena si mayat tidak memiliki anak dan tidak ada Bapak mayat.
- Saudari Kandung mendapat bagian 2/3 karena berjumlah lebih dari 2 orang, si mayat tidak memiliki saudara laki-laki, tidak ada Bapak si mayat dan tidak memiliki Anak atau Cucu.
Perhitungan
- Pertama, tentukan dulu KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari semua penyebut, didapat nilai 12.
- Maka didapat nilai 3/12 (Istri), 2/12 (Ibu), 4/12 (Saudari Seibu) dan 8/12 (Saudari Kandung).
- Semua pembilang tadi dijumlah, di dapat nilai 17.
- Maka masing-masing bagian waris tadi dibagi dengan penyebut baru, sehingga menjadi 3/17 (Istri), 2/17 (Ibu), 4/17 (Saudari Seibu) dan 8/17 (Saudari Kandung).
- Kekurangan pada masing-masing ahli waris proporsional.
Latihan Menghitung Waris 6
Soal selanjutnya ada di ringkasan ilmu waris halaman 10 nomor 1.
Seorang wafat meninggalkan ahli waris: 2 orang Saudari Kandung dan Ibu.
Ashabul Fardh | Bagian | Proses | Hasil |
---|---|---|---|
Ibu | 1/6 | 1/6 | 1/5 |
2 Saudari Kandung | 2/3 | 4/6 | 4/5 |
Penjelasan
- Ibu mendapat bagian 1/6 karena si mayat memiliki 2 Saudari Kandung.
- Saudari Kandung mendapat bagian 2/3 karena berjumlah 2 orang, si mayat tidak memiliki saudara laki-laki, tidak ada Bapak si mayat dan tidak memiliki Anak atau Cucu.
Perhitungan
- Pertama, kita tentukan dulu KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari semua penyebut, didapat nilai 6.
- Maka didapat nilai 1/6 untuk Ibu dan 4/6 untuk 2 orang Saudari Kandung.
- Jika dijumlahkan, maka hasilnya adalah 5/6. Masih ada sisa 1/6.
Q: Dikemanakan sisa 1/6 disini?
A: Para Ulama berbeda pendapat. Sebagian menyatakan bahwa 1/6 harta sisa tadi harus diserahkan ke Baitul Maal. Jika di Indonesia, maka ini berarti Kementerian Keuangan. Namun, karena fungsi Kementerian Keuangan sekarang ini berbeda dengan fungsi Baitul Maal di masa Rasulullah, maka sisa harta tadi tidak diberikan ke Kementerian Keuangan, tapi kembali ke ahli waris.
Q: Lantas, bagaimana sistem perhitungannya?
A: Yaitu, dengan membuat penyebutnya sama dengan jumlah total pembilang bagian Ibu dan 2 orang Saudari Kandung. Jumlah pembilang bagian Ibu adalah satu (1), dan 2 orang Saudari Kandung adalah empat (4). Maka totalnya adalah 5.
Maka hasil akhirnya adalah Ibu mendapat seperlima (1/5) dan 2 orang Saudari Kandung mendapat empat perlima (4/5). Sehingga kelebihan untuk keduanya ini terbagi secara proporsional.
Latihan Menghitung Waris 7
Soal selanjutnya ada di ringkasan ilmu waris halaman 10 nomor 2.
Seorang wafat meninggalkan ahli waris: 1 orang Istri dan 1 orang Anak Wanita.
Ashabul Fardh | Bagian | Proses | Hasil |
---|---|---|---|
1 Orang Istri | 1/8 | 1/8 | 1/5 |
1 Orang Anak Wanita | 1/2 | 4/8 | 4/5 |
Penjelasan
- Istri mendapat bagian 1/8 karena si mayat memiliki anak.
- Anak Wanita mendapat bagian 1/2 karena hanya satu orang.
Perhitungan
- Pertama, kita tentukan dulu KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari semua penyebut, didapat nilai 8.
- Maka didapat nilai 1/8 untuk Istri dan 4/8 untuk 1 orang Anak Wanita.
- Totalnya adalah 5/8. Masih ada sisa 3/8.
- Maka kita buat penyebut sama dengan total pembilangnya yaitu 1 + 4 = 5.
- Maka Istri mendapat 1/5 dan Anak Wanita mendapat 4/5.
Wallahu a’lam.
- Salinan QS. An-Nisa Ayat 11-12: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-11-12.html
- Salinan hadits: https://konsultasisyariah.com/17822-serba-serbi-wasiat-dalam-islam.html
- Shahih: HR. Ahmad (III/330), Abu Dâwud (no. 3343), an-Nasa-i (IV/65-66), dan Ibnu Hibbân (no. 3053-at-Ta’lîqâtul Hisân). Lihat Bulûghul Marâm (no. 877 dan 878) tahqiq Samir az-Zuhairi. Baca selengkapnya: https://almanhaj.or.id/3350-ruh-seorang-mukmin-tertahan-pada-hutangnya-hingga-dilunasi.html
- Salinan QS. An-Nisa Ayat 13-14: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-13-21.html
Add comment